Kota Bandung terkenal dengan kekayaan arsitektur klasiknya, dan salah satu bangunan yang menjadi simbol kota ini adalah Gedung Sate. Sejak tahun 1980, gedung sejarah ini telah menjadi Kantor Gubernur Jawa Barat. Gedung bersejarah ini terdiri dari 4 lantai, basement, dan ruangan di puncaknya.
Tidak hanya menarik perhatian karena fungsi dan keindahannya, tetapi gedung ini juga memiliki asal usul nama yang menarik.
Sejarah Gedung Sate
Pembangunan Gedung Sate dimulai pada pada tanggal 27 Juli 1920 dan selesai pada tahun 1924. Arsitektur bangunan bersejarah ini perancangnya adalah tim yang dipimpin oleh Ir. J. Gerber, Eh. De Roo, dan G. Hendriks. Mereka bekerja sama dengan Gemeente van Bandoeng yang diketuai oleh V.L. Sloors.
Peresmian peletakan batu pertama yang dihadiri oleh Johanna Catherina Coops, putri tertua Wali Kota Bandung, B. Coops, serta Petronella Roelofsen, yang menjadi wakil Gubernur Jenderal di Batavia. Proyek ini merupakan bagian dari program pemindahan pusat militer pemerintah Hindia Belanda dari Meester Cornelis ke Bandung.
Gedung Sate dirancang sebagai kompleks perkantoran untuk instansi pemerintah. Awalnya, gedung ini menjadi kantor Departemen Pekerjaan Umum dan Pengairan, sementara gedung Hoofdbureau Post Telegraaf en Telefoondienst (Pusat Pos, Telegraf, dan Telepon) berada di sisi timur lautnya.
Pembangunan Gedung Bersejarah di Bandung
Gedung Sate, sebuah monumen megah yang memiliki sejarah panjang, telah menjadi simbol ikonik Kota Bandung sejak era kolonial Belanda. Proses pembangunannya dimulai pada tanggal 27 Juli 1920, dengan peresmian peletakan batu pertama yang dihadiri oleh Johanna Catherina Coops, putri tertua Wali Kota Bandung, B. Coops, serta Petronella Roelofsen, sebagai wakil Gubernur Jenderal di Batavia.
Pembangunan gedung ini melibatkan 2.000 pekerja dan 150 pemahat dari berbagai daerah di sekitar Bandung. Dalam waktu 4 tahun, Gedung Sate berhasil diselesaikan pada bulan September 1924. Fungsi awal gedung ini adalah sebagai pusat aktivitas Departemen Lalu Lintas dan Pekerjaan Umum. Tak hanya itu, gedung ini juga pernah berfungsi sebagai pusat pemerintahan Hindia Belanda di Kota Bandung.
Peristiwa Gugurnya 7 Pemuda di Gedung Sate
Pada tanggal 3 Desember, Gedung Sate menyaksikan peristiwa bersejarah ketika 7 pemuda tewas dalam upaya mereka untuk mempertahankan gedung ini dari serangan pasukan Gurkha. Untuk menghormati keberanian 7 pemuda tersebut, tugu batu didirikan di halaman belakang Gedung Sate. Namun, pada tahun 1970, tugu tersebut dipindahkan ke halaman depan gedung atas perintah Menteri Pekerjaan Umum.
Dalam peristiwa tersebut, 7 pemuda berani mempertaruhkan nyawa mereka untuk mempertahankan bangunan penting tersebut dari serangan tentara Gurkha dan NICA. Mereka adalah Rio Susilo, Subenget, Mochtaroedin, Soehodo, Soerjono, Ranu, dan Didi Hardianto Kamarga. Kesemuanya merupakan pegawai Kantor Jawatan Pekerjaan Umum dan Pengairan.
Pada tanggal 24 November 1945, tentara Gurkha dan NICA telah tiba dan mengepung gedung bersejarah tersebut. Tentara Gurkha dan NICA, yang merupakan tentara dari Nepal yang disewa oleh Inggris. Kehadiran Divisi Mahratta 23 Gurkha menimbulkan kecemasan di antara masyarakat dan pegawai Gedung Sate.
Baca juga:
Apakah Kamu Tahu Gedung Bersejarah di Bandung?
Serangan Pasukan Gurkha Beserta NICA
Tanggal 3 Desember 1945 pada pukul 11.00 pagi sampai 14.00 siang, pasukan Gurkha beserta NICA masuk menyerbu bangunan tersebut. Terjadilah pertempuran yang tidak seimbang. 21 pemuda berhasil dikepung oleh tentara Gurkha dan NICA di dalam gedung.
Meski sempat diminta untuk mundur, namun ketujuh pemuda tersebut tetap teguh dalam keyakinan dan kesediaan mereka untuk mempertahankan Gedung Sate. Dalam pertempuran yang berlangsung selama 4 jam, satu per satu dari mereka jatuh sebagai pahlawan yang gugur.
Ketujuh pahlawan tersebut kemudian dimakamkan dalam satu lubang di belakang halaman Gedung Sate, yang kini menjadi lapangan tenis. Pada tahun 1952, tiga jasad dari tujuh pemuda tersebut ditemukan, tetapi empat jasad lainnya masih belum ditemukan hingga saat ini.
Sebagai penghormatan atas pengorbanan mereka untuk tanah air, sebuah prasasti batu didirikan di halaman Gedung Sate. Prasasti tersebut menjadi tanda keabadian bagi mereka yang telah berkorban dalam upaya mempertahankan Gedung Sate.
Kisah heroik tujuh pahlawan ini terus dikenang dan menjadi bagian penting dari sejarah Gedung Sate. Mereka adalah simbol keberanian dan semangat juang yang menginspirasi generasi-generasi berikutnya untuk menghargai dan mempertahankan nilai-nilai kebebasan dan patriotisme.
Arsitektur Gedung Sate yang Unik
Hingga saat ini, Gedung Sate tetap menjadi daya tarik yang tak pernah sepi pengunjung. Baik wisatawan lokal maupun mancanegara, saat berada di Bandung, selalu meluangkan waktu untuk mengunjungi gedung bersejarah ini. Keindahan arsitektur dan nilai sejarah yang terkandung di dalamnya menjadikan gedung sebagai peninggalan yang patut dijaga dan dihargai.
Salah satu daya tarik gedung bersejarah ini terletak pada keunikan gaya arsitektur yang menggabungkan beberapa gaya dari berbagai belahan dunia. Model Rennaisance Italia terlihat pada struktur gedung, sementara desain jendela mengadopsi konsep Moor Spanyol, dan atapnya mengambil inspirasi dari arsitektur Asia, seperti pura di Bali.
Selain itu, gedung ini juga memperlihatkan pengaruh ornamen Hindu dan Islam yang terlihat pada penataan simetris, elemen lengkungan yang berulang, menciptakan ritme yang indah dan unik. Saat melihat ke puncak gedung, kita dapat melihat ornamen khas yang menarik perhatian, yaitu 6 tusuk sate.
Menurut cerita yang beredar, ornamen tersebut melambangkan jumlah dana sebesar 6 juta Gulden yang digunakan untuk membangun gedung ini. Hal inilah yang kemudian memberikan nama populer bagi gedung ini, yaitu “Gedung Sate”.
Kisah Menarik tentang Alarm
Di Gedung Sate terdapat alarm yang berada di ruang puncak bangunan ini. Alarm ini dirancang untuk otomatis menyala ketika ada ancaman serangan musuh. Dengan suaranya yang menggelegar, alarm ini bahkan dapat terdengar hingga di luar Kota Bandung. Akan tetapi, sekarang alarm hanya dinyalakan setahun sekali, selama 10 menit saja. Adapun suaranya hanya bisa terdengar di sekitar area gedung saja.
Menjadi Objek Wisata Kota Bandung
Bangunan ikonik ini telah berhasil memikat banyak orang. Karena itu, sekarang gedung ini bisa dikunjungi oleh para wisatawan. Tiket masuk ke lokasi wisata ini ternyata sangat terjangkau. Untuk bisa masuk ke dalam gedung perlu diperhatikan bahwa jam operasionalnya. Gedung ini memiliki waktu operasional yang terbatas. Wisatawan hanya bisa mengunjungi gedung ini mulai pukul 09.30 hingga 16.00.
Apakah kamu tertarik untuk mengunjungi gedung bersejarah tersebut?